Narman Si Pemuda Baduy

     Melestarikan tradisi sukunya sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat Baduy. Seorang pemuda asli Baduy bernama Narman, berhasil menjadi penerima apresiasi Satu Indonesia Awards 2018. Bermula ketika Narman melihat adanya potensi dari kerajinan tangan yang menjadi salah satu kegiatan masyarakat. Bahkan sudah menjadi identitas masyarakat Baduy tersebut. 

     Sayangnya, adat masyarakat yang terlalu mengisolasi diri dari dunia luar, termasuk terhadap kemajuan teknologi, menolak pembangunan sehingga tidak ada listrik di daerah mereka. Di Baduy, adat juga melarang anak-anak termasuk Narman, pergi ke sekolah.Tapi bukan berarti mereka tidak boleh belajar. Narman tetap diajari baca-tulis dan sedikit pengetahuan umum oleh orang tuanya.

     Meski tidak sekolah, Narman tak patah semangat untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Baduy dengan potensi yang dimiliki. Ia berupaya mengenalkan kerjinan tangan masyarakat adat yang bervariasi di setiap wilayah, seperti tenun, gelang, hingga berbagai anyaman kepada masyarakat luas.

     Pada 2016, kebetulan Pemerintah Kabupaten Lebak menggelar sebuah pameran Baduy Festival. Narman ikut membuka anjungan untuk menjual produk hasil kerajinan tangan yang dibuat keluarganya dan juga para tetangga di desanya. Ia percaya bahwa kerajinan tangan suku Baduy memiliki keunikan dan nilai eksotisnya tersendiri. 

     Suatu saat, ada pengunjung yang datang ke anjungan miliknya dan menganjurkan agar dia memanfaatkan internet untuk berjualan secara online. Ia menanggapi saran tersebut dan berusaha memenuhinya. 

Sumber : E-BOOK SATU INDONESIA AWARDS

      Tak sampai disitu, la lalu mencoba membangun usaha online yang diberi nama Baduy Craft. Hingga akhirnya ia membuat website yaitu www. baduycraft.com untuk menawarkan produk kerajinan tangan suku Baduy. Ia juga membuat akun Baduy Craft di Media sosial dan mencoba berjualan melalui berbagai marketplace. 

      Semua pekerjaan pasti ada hambatannya, hal itu juga sering dialami Narman. Hidup terikat dengan adat dan tradisi yang menolak teknologi. Masyarakat Kanekes juga menolak pembangunan dan tidak ada listrik yang masuk ke daerah mereka. Hal ini cukup menyulitkan Narman mengakses Internet untuk memasarkan produknya secara online. Ia sampai harus berjalan sekitar 12 kilometer untuk memasarkan dagangannya dan untuk sekadar membalas chat dari para pelanggannya serta mengisi baterai ponselnya. 

     Pada 2017 Narman bergabung dengan Asephi (Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia). Melalui asosiasi ini, Narman bisa mengikuti pameran demi pameran untuk memasarkan produknya. Di sinilah ia belajar banyak hal dari pelatihan ekspor, kualitas produk, hingga pengembangan skill.

     Hingga pada 2018, dibantu orang tuanya, Narman bisa mendapatkan tempat di Ciboleger untuk menjalankan bisnis onlinenya. Narman bekerja sama dengan 25 perajin Baduy Luar yang terus diedukasi agar produk yang dihasilkan berkualitas tinggi dan sesuai dengan selera konsumen. Sejak 2017-2019, bisnis kerajinan tangan milik Narman berjalan baik. Hampir 20 kali dia mengikuti pameran dengan hasil memuaskan. Menurut keterangan Narman, Keuntungan dalam satu bulan bisa mencapai Rp10-16 juta.

     Sempat menghadapi penolakan dari ketua adat Baduy Luar, yang mengatakan penggunaan internet untuk berjualan bisa merusak adat-istiadat yang selama ini berlaku di Baduy. Namun, akhirnya diizinkan. Meski menggarap pasar modern, Narman sama sekali tidak berniat keluar dari tradisi. 

    Kini, Narman hanya berharap banyak pemuda Baduy yang berani, yang mau belajar hal-hal baru untuk menopang ekonomi, serta dapat bertahan dari gempuran perubahan zaman tanpa meninggalkan kewajiban melestarikan adat istiadat mereka. 

Komentar

Postingan Populer